Sejarah dan Festival Jazz Tertua Di Indonesia

Sejarah dan Festival Jazz Tertua Di Indonesia

Sejarah dan Festival Jazz Tertua Di Indonesia – Musik jazz di negara Indonesia memiliki sejarah yang panjang, mungkin lebih panjang dari musik-musik modern lainnya. Musik jazz masuk ke Indonesia berbarengan dengan era swing di Amerika memasuki masa kejayaannya sekitar tahun 1922.

Saat itu musik jazz dimainkan terbatas hanya untuk menghibur orang-orang asing yang pada saat itu datang dari berbagai negara untuk berdagang dengan penguasa Hindia Belanda. poker 99

Sejak saat itu kesan musik jazz adalah musik kelas atas milik kaum “the have” mulai terbangun. Padahal dari sononya musik jazz merupakan musik egaliter untuk melawan kaum the have itu.

Sejarah dan Festival Jazz Tertua Di Indonesia

Kondisi begini memang seperti terbangun secara tidak sengaja, karena  di awal-awal perkembangannya di Indonesia musik ini banyak dimainkan di hotel-hotel kelas atas seperti Hotel Des Indes di Harmoni dan Hotel Der Nederlander Jakarta, Hotel Savoy Homan di Bandung, dan Hotel Oranye di Surabaya. www.americannamedaycalendar.com

Saat itu masih belum ada orang Indonesia yang memainkan musik jazz, kebanyakan musisi-musisinya berasal dari Filipina yang datang ke Indonesia untuk bekerja menjadi pemusik.

Sampai pada akhir 1940 setelah itu beberapa musisi lokal membentuk grup band untuk memainkan jazz seperti The Progresive Trio, The Iskandar’s Sextet dan Octet dengan aliran dixieland dan lagu-lagu oldtimer

Musisi Indonesia mulai berkibar, musik jazz mulai menyebar ke beberapa kota besar di Indonesia. Tahun 1955 munculah musisi jazz terkenal Indonesia yang kemudian melegenda bernama Bill Saragih yang memainkan Piano, flute, dan vibe, bersama Bob Tutupoly sebagai vokalis membentuk sebuah Grup band bertajuk Jazz Riders.

Di bagian lain Indonesia, Surabaya, masih di era yang sama muncul dua musisi yang kemudian menjadi ikon musik jazz di Indonesia, Bubi Chen seorang pianis dan Jack Lesmana gitaris yang merupakan ayah dari Indra Lesmana dan Mira Lesmana.

Memasuki era 70an makin banyak musisi Indonesia yang berkiprah di genre musik jazz ini, kakak beradik Ireng dan Kiboud Maulana, Perry Patiselano, Mustofa, Udin Zach, Benny Likumahuwa dan banyak nama-nama lain.

Namun, seperti para pendahulunya mereka memainkan musik ini hanya di tempat-tempat elite seperti hotel-hotel berbintang, klab-klab malam yang saat itu mulai bertebaran di beberapa kota besar di Indonesia. Seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan beberapa kota lain.

Kesan musik jazz adalah musik kaum elite membuat beberapa orang penikmat jazz  merasa terusik. Chandra Darusman dan beberapa orang lain yang saat itu mahasiswa  Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia berpikir bagaimana supaya musik Jazz ini bisa juga dinikmati masyarakat kebanyakan.

Berkaca pada keberhasilan dan sistem pelaksanaan Festival Jazz tertua di dunia North Sea Jazz Festival yang di selenggarakan di Den Haag Belanda pada tahun 1975.

Chandra Darusman dan kawan-kawan  setahun kemudian membuat festival jazz di kampusnya Fakultas Ekonomi UI dengan tajuk JAZZ GOES TO CAMPUS (JGTC) yang pertama, bertema “Bringin Jazz To Campus” yang artinya membawa jazz itu ke kampus dan khalayak ramai agar musik jazz di Indonesia itu tidak hanya milik kaum elite saja seperti yang terjadi saat itu.

Musisi jazz kenamaan Indonesia saat itu seperti Bubi Chen, Bill Saragih, Jack Lesmana, Benny Likumahuwa, Rien Djamain, Ireng Maulana, dan banyak lagi musisi lain. Di bawa Chandra ke FEUI yang waktu itu masih di Salemba Jakarta, dan hanya memakai satu panggung saja dan dihadiri oleh 2000 orang penonton.

Akhirnya musik Jazz berhasil di bawa ke ranah masyarakat kebanyakan dan dinikmati oleh mahasiswa-mahasiswa. Sejak saat itu JGTC menjadi agenda reguler tahunan FEUI. yang dilaksanakan setiap akhir bulan November atau awal Desember  setiap tahunnya.

Sampai tahun 2019 ini JGTC tidak pernah sekalipun absen diselenggarakan. Hal ini menobatkan JGTC menjadi Festival Jazz paling tua dan paling konsisten dilaksanakan di Indonesia, dan satu hal lagi ini merupakan festival jazz yang tidak pernah mengalami kerugian.

Setiap tahun mereka selalu membawa tema yang berbeda sesuai dengan concern panitia penyelenggara terhadap hal sosial yang berhubungan dengan perkembangan musik jazz di Indonesia.

Pada tahun 2008 atau penyelenggaraan yang ke-32, JGTC mengubah format penyelenggaraan seiring dengan meningkatnya animo masyarakat dan musisi yang ingin terlibat dalam festival jazz tersebut.

Sejak saat itu, JGTC melakukan Road show to JGTC,  sebagai prekuel kegiatan utama sekaligus teaser bagi para penggemar jazz dengan kegiatan audisi musisi-musisi pemula yang pemenangnya akan tampil di event utama JGTC.

Selain itu ada talkshow, charity program dan sosialisasi JGTC ke kota-kota  besar di luar Jabodetabek yang dipilih secara bergantian tiap tahunnya.

Panitia mulai melakukan pekerjaannya bulan Agustus untuk memilih vendor, sponsor, partner yang akan terlibat dalam festival ini.

Setelah screening calon panitia yang merupakan mahasiswa-mahasiswa aktif S1 reguler FEUI, minimal sudah semester 3 dan maksimal semester 7, selesai sebelum libur panjang semester ganjil.

Panitia yang terlibat dalam JGTC ini berkisar 300an orang yang terbagi ke dalam  4 departemen.

Sejarah dan Festival Jazz Tertua Di Indonesia

Mereka bekerja secara sukarela, tapi merupakan kebanggaan tersendiri apabila terpilih menjadi panitia pelaksana JGTC selain mendapatkan ilmu dan pengalaman dalam menyelenggarakan sebuah event.

Pertama kali  JGTC ini pada tahun 2001.

Masih dapat diingat betul di awal-awal tahun 2000an itu panggung yang disediakan cuma 2 panggung saja panggung barat dan panggung timur atau mereka menamakan panggungnya sesuai sponsor utama JGTC.

Sejak beberapa tahun lalu panggungnya menjadi empat, 2 panggung utama dan 2 lagi panggung yang agak kecil biasa yang panggung utama ada di ujung sebelah timur pintu masuk utama dan satu lagi di ujung sebelah barat berbatasan dengan Fakultas Teknik. dan dua panggung kecil itu terletak ditengah-tengah yang satu di lobi deket kantor fakultas dan satu lagi diseberang nya.

Selain keempat panggung itu panitia juga menyediakan berbagai macam stand makanan, merchandise, stand-stand untuk para pihak yang mensponsori kegiatan itu. Pintu akan mulai di buka pukul 12.00, biasa sampai dengan jam 4 masih terasa lengang, setelah itu mulai memadat sampai puncaknya pukul 7 malam ketika musisi-musisi utama mulai tampil. kepadatan penonton saat puncak acara itu membuat berjalan pun terasa susah, benar-benar penuh, namun suasananya asyik banget di alam terbuka dengan kondisi sekitar Kampus UI yang di Depok itu masih rimbun dengan pepohonan.

Tetapi sayang karena penyelenggaraannya selalu akhir November atau awal Desember yang di Indonesia saat itu adalah musim penghujan. Kita terkadang harus siap-siap kehujanan atau kalau mau membekali diri dengan jas hujan atau payung. Dan sebenarnya itu rada mengganggu juga karena tanahnya jadi becek dan berlumpur.

Musisi-musisi yang tampil 90% adalah musisi jazz Indonesia mulai dari Indra Lesmana, Benny Likumahuwa, Berry Likumahuwa, Tompi, Balawan, Andien, Raisa, Sandy Sandoro, Maliq and The Essential, Endah’N Resa, The Groove, Kahitna, Fariz RM, dan banyak lagi musisi lainnya.

Pada tahun ini JGTC memasuki penyelenggaraan yang ke 42 dan akan dilaksanakan pada tanggal 24 November 2019 di Campus Ground FEUI dengan Tema “Feel The New Jazzperience”.

JGTC yang kali ini akan membawa penonton pada pengalaman baru dalam menonton jazz dan musisi-musisi yang akan mereka tampilkan akan mewakili generasi milenial tapi tentu saja beberapa musisi senior yang menjadi langganan di JGTC akan tampil.

Harga tiket yang ditawarkan JGTC juga masih terjangkaulah apalagi kalau kita membeli di awal (early bird) mungkin harga tiket tahun ini tidak akan berbeda jauh dengan tahun lalu yang ada di range harga mulai dari Rp.80 ribu/orang  sampai dengan Rp 250 ribu/orang  untuk kelas VIP.

Harga segitu rasanya cukup seimbang dengan suguhan yang akan kita dapat pertunjukan musik Jazz selama 14 jam dari jam 12.00 WIB sampai dengan 02.00 dini hari. Semoga JGTC akan selalu konsisten menampilkan musik jazz sesuai dengan idealisme musik jazz di awal diperuntukan bagi semua kalangan tidak hanya untuk kelompok “The Have” saja.